Pages - Menu

Pages

Senin, 11 Mei 2015

SEJARAH DUSUN METESEH DESA LEBAKADI SUGIO


Dahulu ada 3 orang saudara yang berasal dari Sunan Giri. Mereka sedang lelono/lelakon atau jalan-jalan. 3 orang saudara itu terdiri dari 2 laki-laki dan 1 orang perempuan. Satu orang laki-laki pergi ke desa Legreng dan yang satunya pergi ke desa Badu kecamatan Pucuk dan yang perempuan memilih untuk tinggal di desa Meteseh, perempuan itu bernama Mbah Marsini. Saat beliau sampai di desa meteseh ini beliau berkata “wes aku tak nang kene ae ben slamet nyiseh”, nah dari kejadian itulah maka desa ini dinamakan meteseh. Meteseh sendiri berasal dari kata “slamet” dan “nyiseh”. Slamet artinya selamat dan nyiseh artinya menepi.
Saat mbah marsini datang ke desa ini belum ada satupun rumah-rumah warga, saat itu kondisinya masih dalam keadaan seperti hutan/alas. Namun seiring berjalannya waktu akhirnya satu persatu mulai ada rumah-rumah warga. Dulu desa ini hanya terdiri dari 2 lurung atau gang, tetapi sekarang sudah bertambah menjadi 4 gang.
Konon pada zaman dahulu mbah Tarko suami dari mbah Marsini membuat sumur yang berada di sebelah utara desa. Sumur ini sangat besar sekali dan sumber mata airnya sangat segar dan murni layaknya sumber mata air pegunungan. Apabila terjadi musim kemarau maka warga desa banyak yang mengambil airnya dari sumur itu, tarmasuk juga warga dari desa tetangga seperti desa Tanggul, desa Dagelan, dan desa Karanggeneng. Sumur ini terletak di samping pohon-pohon besar yaitu pohon asam dan pohon bulu. Oleh warga setempat sumur ini dipercayai dapat menyembuhkan penyakit karena yang membuat sumur itu mbah Tarko yang masih keturunan dari Sunan Giri. Usia sumur itu sampai saat ini sudah tua sekali, tapi bangunannya masih kuat dan kokoh. Konon menurut masyarakat setempat sumur ini hanya boleh diuras atau dibersihkan dalamnya oleh keturunan dari mbah Tarko, dan apabila yang membersihkan itu warga biasa, maka sumur itu akan mengeluarkan bau yang tidak enak.
      Setiap satu tahun sekali masyarakat setempat selalu mengadakan acara Sedekah Bumi atau nyadran sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas diperolehnya hasil-hasil pertanian yang baik. Biasanya acara itu di lakukan dengan cara semua masyarakat berbondong-bondong membawa makanan ke masjid setempat pada malam hari, kemudian makanan itu di di tukar dengan milik orang-orang. Kemudian paginya biasanya ada hiburan Gong atau Tayuban. Konon menurut sesepuh desa Gong merupakan suatu kesenian yang dapat mengumpulkan semua warga dalam desa setempat.

4 komentar:

  1. Tulisan ini tentang sejarah, maka seharusnya ditulis sumbernya dari mana. Kalau nulis tentang sejarah jangan asal nulis dari sumber yang belum jelas atau kabar angin. Memang kabar burungnya seperti itu yang beredar tp tolong sumber informasinya harus di cantumkan dan sumber tersebut harus benar2 bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iku yg nulis aku kak berdasarkan hasil tanya jawabku dg mbah mat (belakang sekolah) pas oleh tugas dr guru ku sma. Lah ternyata dipost iki

      Hapus